Wednesday, December 21, 2005

l.i.f.e

Aku harus mensyukuri hidupku. Setidaknya aku masih bisa merasakan kebahagiaan yang berimbang, maksudku, secara jasmani & rohani : ) .Aku punya pekerjaan yang menghasilkan uang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupku. Aku juga punya teman2 yang baik, kekasih yang selalu berusaha menyenangkan hatiku, ibu yang juga selalu menginginkan yang terbaik untukku. Intinya, aku sudah harus bersyukur dengan keadaanku ini.
Namun, hari ini, aku sedang diliputi rasa iri terhadap beberapa teman, yang mampu membeli gadget terbaru yang kutahu harganya sangat mahal. Aku berpikir, betapa beruntungnya mereka punya kebebasan finansial yang membuat mereka mampu membeli apapun yang mereka inginkan. Tapi seketika itu juga, sisi baik-ku yang selalu berpikir positif, mengingatkan bahwa aku juga selayaknya merasa beruntung dan bersyukur atas keberuntungan selama ini.Seperti yang sudah kubilang, akupun memiliki 'segalanya' dalam hidup.
Apalagi yang kuinginkan? Bukankah tujuanku selama ini menjadi dewasa dan memiliki kehidupan yang berkualitas? Apalagi?!Jadi, menurut-mu, apakah hidup berkualitas itu sekedar punya kebebasan finansial ataukah mempunyai kebahagiaan yang seimbang? Ups, aku tidak sedang berkata bahwa temanku yang punya kebebasan finansial itu tidak berbahagia, mereka berbahagia juga... tapi mungkin ia juga sedang mengamati hidupkku, dan melihat betapa beruntungnya aku.Ah, betapa mudahnya jika aku hanya hidup, tidak perlu mengamati dan diamati, tapi aku tidak hidup kalo tidak begitu.

Saturday, December 17, 2005

ATAU

Tanggung Jawab atau Egoisme
Dulu sekali, ketika sedang jalan – jalan di mal, ada yang menawariku asuransi. Aku paling benci sama asuransi, meskipun aku tahu itu perlu buat kita. Kubilang saja sama salesnya, bahwa aku sudah punya. Tapi dia memaksa, supaya aku juga membuatkan asuransi untuk keluargaku, lalu kujawab dengan ketus, mereka juga sudah punya asuransi yang kubuatkan. Tanpa disangka, si sales yang keukeuh itu malah bilang gini, wah nggak disangka ya, bahwa mbbak yang begini muda ternyata sudah memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhardap keluarga. Heg... tanpa kuduga, aku malah menjawab sales itu, kukatakan bahwa tindakanku itu bukan didorong oleh rasa tanggung jawab tapi lebih karena aku egois, aku tidak mau disusahkan oleh keluargaku di kemudian hari, jadi di masa sekarang aku mau membuatkan asuransi buat mereka. Ternyata kata-kataku ini berhasil mengagetkan sales itu, karena akhirnya dia berhenti membuntutiku.Tiba – tiba saja, aku mengingat kejadian ini, sekarang aku berpikir -pikir lagi... bahwa sebagai anak tunggal, benarkah ke-egoisanku sedemikian tingginya... dan benarkah semua tindakanku untuk keluargaku sebenarnya didorong oleh rasa egois saja? Ya ampun... kenapa, seketika aku merasa benar – benar egois ya...
Egoisme atau Tanggung Jawab
Ini kejadian yang lain lagi. Ketika mimpi masih berwarna, belum lagi abu – abu. Aku pernahmencintai – ups... benarkah? - seorang pria. Ia pria beristri ayah dari seorang anak laki – laki. Dan tragisnya, laki – laki itu juga mengatakan padaku kalau ia juga merasakan hal yang sama denganku. Kami berbunga – bunga sekaligus hanyut dalam kesedihan. Bahkan, sebuah puisi ironis tentang sepasang kekasih yang saling mencintai dalam kesedihan yang menyenangkan dari Toto Sudarto menjadi bacaan kesayanganku, aku menyalinnya – dengan tulisan yang indah – dan menempelkannya di dinding kamar, di komputer kantor, di tempat2 dimana aku sering menghabiskan waktuku. Ia begitu menguasai mimpiku. Mencintai kamu adalah bahagia dan sedih, bahagia karena kita saling memiliki dan sedih karena kita sering berpisah. Ironis & naif sekali aku sebagai gadis duapuluhan yang jatuh cinta pada seorang suami dan ayah.Namun, kebodohan itu tidak berlanjut lama, karena kami berhasil menyingkirkan perasaan norak ini, dan memutuskan untuk berpisah. Demi tanggung jawab moral yang kami miliki, yaitu aku sebagai wanita dari negeri timur, terlalu angkuh untuk jadi wanita kedua & tidak sanggup menghadapi cercaan masyarakat dan dia sebagai ayah dan seorang suami. Hanya saja, ada yang tidak kuungkapkan padanya ketika kami berpisah. Sebenernya, aku takut, suatu ketika, aku menjadi wanita yang ditinggalkan oleh suami dan ayah anakku demi wanita lain. Aku takut karma. Aku sebenarnya cuma memikirkan diriku sendiri. Jadi...
Tanggung Jawab atau Rasa Bersalah
Bandung, hari – hari ini selalu mendung dan gerimis kecil – kecil. Whoah... kemarin, aku bangun kesiangan, udara dingin sekali dan di luar masih hujan gerimis. Godaan untuk melanjutkan tidur dan tidak masuk ke kantor sangatlah kuat. Namun, ada secuil rasa bersalah yang menelusup masuk ke otakku, aku sudah sering tidak masuk kantor, jadi mau tidak mau aku harus cepat – cepat bangun dan ke kantor.Sepanjang perjalanan ke kantor, aku cuma berpikir betapa hebatnya rasa bersalah ini, hingga seolah – olah sepertinya aku adalah wanita karir yang bertanggung jawab.
Ah... kalau kupikir, berarti selama ini aku tidak pernah bertanggung jawab ya... semua tindakanku berdasarkan ke-egoisan dan sekedar rasa bersalah. Aduh... jadi malu...

Keberuntungan Hidup

Semalam, aku baca novel Sidney Sheldon, seperti biasa, cukup mencekam
dan membuatku tak sadar bahwa sudah jam 2 pagi, dan aku masih asyik
dengan ceritanya.
Ceritanya, standar novel-lah... cukup membuatku berbunga-bunga dan
berkhayal bahwa aku adalah bagian dari cerita itu. Tentang cinta
segibanyak, sambung menyambung menjadi jalinan sarang laba-laba. Adalah
seorang wanita yang menjadi pencetus kematian dari suami dan kekasih
gelapnya yang seorang aktris dan juga merupakan istri simpanan dari
salah seorang terkaya ketiga di dunia, raja kapal dari Yunani. Sepasang
kekasih, seorang istri yang hampir dibunuh dan seorang multi-miliader
yang amat mencintai. Novel ini sudah cukup lama beredar, dan bahkan
juga
sudah di-filmkan.
Yang menjadi sorotanku adalah cerita hidup tentang si aktris yaitu
Noelle Page. Digambarkan, Noelle ini bagai seorang putri yang cantik
jelita, tak hanya cantik, auranya pun memabukkan setiap pria yang ada
di
sekelilingnya. Noelle terlahir dari keluarga nelayan miskin di
Marseille, ia kabur ke Paris setelah keperawanannya dijual oleh ayah yg
memebesarkannya, ya, Noelle sebenarnya adalah anak haram ibunya dengan
seorang pelaut yg singgah di pelabuhan, namun ayahnya tidak pernah
mengetahuinya. Ia hanya tahu bahwa putrinya itu sangat – sangatlah
cantik, dan setelah bersusah payah membesarkannya, ia harus mendapatkan
gantinya. Singkatnya, di Paris, keberuntungan demi keberuntungan
menghampirinya karena ia adalah wanita yang jelita. Meski sebenarnya ia
juga mengusahakan keberuntungannya itu dengan motivasi dendam terhadap
seorang pria yang mempermainkannya. Noelle mencintai hingga benci,
benci
hingga mencintai. Rasa ini, mendorongnya untuk menciptakan kesempatan
bagi dirinya sendiri, merajut keberuntungan – keberuntungan untuk
mengantarkannya pada hari pembalasan dendamnya.
Namun, semua obsesinya tidak akan artinya jika ia tidak punya
keberuntungan yang paling utama, yaitu fisik yang sangat rupawan. Oh...
membuatku semakin ingin untuk jadi wanita cantik.
Pertama yang sudah kulakukan adalah mengganti kacamataku yg old fashion
dengan soft lens, umh... sebenarnya ini karena aku mulai pusing dengan
kacamata yang menekan sisi kepala. Kedua, aku ingin merapikan gigi,
pasang kawat gigi! Supaya senyumnya cantik dan gigi juga sehat, karena
otomatis jika pasang kawat gigi aku jadi rajin ke dokter gigi... hehehe
ribet sekali ya.
Lalu aku juga mau punya kulit seputih susu, segar dan sehat.
Yang paling penting, aku ingin terlihat cantik karena aku pintar dan
sukses! Whah... muluk – muluk sekali.
Hah! Sedangkan untuk resolusi tahun ini saja, samapi akhir tahun masih
jauh dari harapan... Ugh... betapa aku menginginkan keberuntungan hidup
yang seperti Noelle... tapi aku nggak mau mati konyol karena dendam!!!

Tuesday, December 13, 2005

Setahun

Wow.
Aku sudah sampai di tanggal 13 Desember '05.
Rasanya baru kemarin tahun baru 2005, ya ampun... cepat sekali waktu berlalu... rasanya aku belum berbuat apa-apa dan belum jadi siapa-siapa.
Hiks...
Banyak banget target hidup yang belum tercapai.

Dulu, di awal tahun, keinginan yang pertama adalah punya pacar!!! hehehehe sekarang pun punya... tapi masih complicated... gak jelas... hehehehe garing dan norak juga ya aku ini.
ya, itu keinginan awal tahun - berartri sekitar Januari, enta ketika bulan-bulan Februari sampai Juni nggak inget lagi, apakah masih pengen punya pacar ato nggak, tapi, pas masuk bulan agustus udah nggak pengen punya pacar... malah lebih kepengen punya paspor... lhoh... sebel banget kan... trus... sampe kmaren2 baru deh... pengen punya pacar lagi, dan sekarang... hiks... masih pengen punya pacar! duh... desperate banget ya...

Dulu, di awal tahun, keinginan abadi adalah jadi cantik, dewasa dan makin mandiri... wess jangan salah, keinginan itu masih betahan hingga kini... cuma... kok nggak punya disiplin unutk bertahan cantik, dewasa & mandiri ya... masih suka nggak jaim, aduh... lebih sering ancurnya... jadi... kayanya, wish ini masih terus harus dilanjutkan hingga tahun depan deh...

Dulu, di awal tahun, bertekad untuk memulai novel pertama... aduh... sedangkan nulis di blog aja lebih sering malesnya... bener2 nggak disiplin... terlalu sering meloncat2 dengan pemikiran yg aneh2... coba ya....

Sekarang, di akhir tahun.... benarkah nggak ada satupun dari hidupku yg layak disyukuri ya?
Sepertinya... nggak juga...

tara... aku tau,wish untuk 2006 adalah LEBIH MENERIMA KEADAAN DIRI, LEBIH PASRAH, LEBIH TEKUN DAN TELATEN ajah...

iyalah... gitu aja...

Wednesday, September 28, 2005

Kutunggu kamu di Paris

a fiction

Aku sudah menempuh lebih dari 10.000 km untuk sampai di tempat ini. Dimana semua mahluk sedang kasmaran, begitu juga aku. Sejak tadi kutemui pasangan-pasangan yang asyik bercumbu, tidak perduli apakah itu ketika sedang menunggu kereta di stasiun metro, apakah itu di kafe, di bus, di jalan, di taman, di setiap tempat kutemui percintaan. Dan aku semakin bergairah. Musim panas di Paris. Itu saja sudah cukup membuatku melayang, apalagi dengan adegan percintaan yang ekspresif, dimana semua orang dapat mengekspresikan rasa cinta yang diwakili ciuman dengan leluasa, aku semakin melayang. Dan aku akan bertemu Ken... itu yang terpenting.

to be continued... (lagi gak mood, soalnya banyak yg yg di-surf...)

Friday, July 15, 2005

Catatan seorang demonstran

Ceritanya nih, hari -hari ini, aku dipenuhi tentang ide mengenai Soe Hok Gie. Mulai dari bukunya yang sudah beredar lagi, dan filmnya yang baru saja mulai main beberapa hari lalu.
Umh, jadi searching segala sesuatu tentang Gie... hehehe panggilan sayang...
Baru baca beberapa cuplikan mengenai Gie, dan hari ini ada kolom tersendiri mengenai Gie di Kompas, dengan ilustrasi gambarnya adalah Nicholas Saputra, yang secara mencengangkan bisa berubah jadi seperti Cina, ups... Nicholas Cina bukan sih?
Lalu, barusan searching di beberapa forum, ttg Gie, yang ditulis sama John Maxwell bahwa Gie, tidak banyak dikenal di Indonesia karena salah satunya adalah Gie itu orang Cina, umh... jadi memulai kehidupan berpolitik di Indonesia sebagai orang asing.
Yang kjetangkep sama akulah, aneh kalo orang Cina cinta sama Indonesia... hehehehe kasar sekali ya...

Tapi topik ini sesuai sekali ma aku, beberapa hari ini, aku lagi pusing karena secara tiba-tiba aku diminta untuk presenting SBKRI dari ayahku... baru aku ingat kalo bapakku juga Cina, tapi aku gak sadar juga... karena aku lahir di Surabaya, ibuku suku jawa, yg bener2 jawa, bahkan menurutku, kerangka tubuhku tuh postur Homo Soloensis bgt deh... tapi ketika aku ingin buat paspor untuk warga negara Indonesia, aku dianggap bukan org Indonesia, karena masih harus mengajukan SBKRI.

Iya, aku tahu kalau hukum Indonesia itu membuat anak ikut warga negara ayahnya, tapi... aku tidak sadar kalau aku termasuk itu, karena aku gak sadar, sebab ayahku pun ternyata lebih Indonesia dibanding yg lain.
Rumit dan aneh... kalo aku dianggap warga negara asing, katakanlah Cina, trus apa kebanggaanku sebagai warga negara Cina? aku gak bisa bahasa Cina, bahkan hitungan angkanya pun aku cuma tahu cepek dan nopek, yah... dari bahasa gaul aku juga tahu ada goceng, seceng, noceng. standar banget. Aku berbahasa Indonesia, dan bercita-cita untuk membuat novel dalam bahasa Indonesia, yang baik dan benar, tidak banyak bahasa gaul seperti yang kugunakan jika 'ngedumel'.

Yah... aku bisa apalagi kalau begini, mana katanya dulu SBKRI tak berlaku lagi bagi warga keturunan Cina (bagiku setengah darah Cina - bukan berkebudayaan Cina) yang sudah punya akte kelahiran dan ka te pe Indonesia, tak perlu lagi SBKRI ayah atau buyutnya... ah entahlah...

Seandainya bapakku bukan Cina.

(lhoh... dari Hok Gie kok jadi ke bapakku??!!)

Sunday, July 10, 2005

Sunday for 'Family'

Hari ini tuh... benar-benar hari keluarga.

Siang tadi, aku makan siang ama semua temen serumah karena ada satu temen serumah yang ultah. Trus abis itu, aku ketemu temen se-kos yg dulu, kami dulu pernah serumah selama 4 tahun... kebayang dong... ramenya kaya apa... trus bareng temen2 lama ini, kami jalan ke reumah eks bapak kos, trus foto-foto di jonas trus nongkrong makan jagung bakar di dago... wah... bener-bener hari 'keluarga'...

Dan, hari ini, aku tuh yang puas banget... banyak ketawa, banyak sharing... padahal... mereka yg berkumpul sama aku hari ini, gak ada hubungan darah sama sekali... tapi justru, mereka banyak mempengaruhi pola berpikir aku... umh... gini, aku kan anak satu-satunya... dan ayahku sudah meninggal, otomatis yang jadi keluarga aku cuma ibuku... karena cuma punya ibu, dan beliau selalu menekankan bahwa apapun yang beliau lakukan adalah untukku... dan aku pun jadi manusia paling egois, karena merasa besar kepala, toh... aku masih punya ibu kalaupun tak ada yang mau berteman denganku.
Namun, merantau dan bertemu 'keluarga' baruku, membuat sifat egois, yang mau menang sendiri sedikit terkikis (cuma sedikit... hehehehe) paling nggak, sekarang aku adalah orang yg mau mendengar apa kata orang lain...

Jadi intinya, aku bersyukur banget masih bisa ketawa hari ini.... (hehehehe garink ya...)

Friday, July 08, 2005

Cara Membuat Manisan Lidah Buaya

Just after lunch...
Seperti biasa, topik makan siang adalah... makanan juga : )Hari ini, ada yang bawa manisan Lidah Buaya. Wah, terjadi sedikit 'kehebohan'... ”mauuuu dong...”“wah, awas... nanti jadi buaya darat...”“wah... pahit nggak...”“ umh...kayanya enak nih...”“ah... seger juga ya...kok bau lidah buayanya bisa ilang yah...”Ujung-ujungnya... sampailah kepada pertanyaan, “emang manisan lidah buaya gini, gimana bikinnya” (ini aku lo yang bertanya...)Kemudian, keluarlah jurus2 rahasia membuat manisan Lidah buaya, begini:-
1. Pertama, ambil daging lidah buaya, pisahkan dari kulitnya.
2. Cuci bersih, berkali-kali hingga lendir hilang
3. Rendam di air garam semalaman
4. Cuci lagi berulang -ulang
5. Didihkan air, setelah mendidih masukkan daging lidah buaya yang sudah dipotong-potong. 6. Masukkan sebentar saja, lalu segera angkat.
7. Jadi deh... manisan lidah buaya siap dinikmati bersama air sirop coopandan atau lychee... (dan yang paling enak dan segar adalah air siropnya...)

Lalu, tiba-tiba saja terlintas di benakku, impian masa lalu yang muncul kembali: Jika saja aku punya kafe, mungkin saja aku akan mencoba – coba dan menyajikannya di kafe...Hiks... impian masa lalu, dulu... aku selalu berpikir untuk lebih baik punya kafe saja... a small & cozy place...Hanya saja, impian itu terlupakan, karena berada pada rak yang paling bawah... dan rutinitas yang membunuh angan – angan...

Pernikahan

Semalam aku berbicara panjang lebar dengan ibu temanku, Tante Melissa. Kami menceritakan seluk beluk, lika-liku pernikahan, panjang-lebar.Salah satunya ada satu cerita tentang seorang menantu wanita yang hidup bahagia dalam sangkar emas keluarga suaminya, namun enam tahun kemudian mereka bercerai justru karena hal itu. Si wanita, Elisabeth, merasa mertuanya dan suaminya Freddy terlalu over protektif padanya dan pada satu-satunya putri mereka, Ester."Dulu pernah, suatu kali, Lisa bawa si Ester ke acara kantornya Lisa, meeting tahunan di Tanjung Lesung, tapi Freddy tidak ikut. Eh, kebetulan Ester kejeduk waktu berenang & digiti nyamuk, ketika Freedy dikasih tau hal itu, tau apa reaksinya? Dia marah besar, dan bilang ke Lisa, kenapa tidak bawa trombophob di perlengkapan P3K?" Tante Mel, diam dan mengambil napas sejenak. Dan memberiku kesempatan untuk mencerna sepotong cerita yang akan berlanjut itu. "Apa kamu terbayang, untuk hal yang sepele seperti itu, ketika sampai rumah mereka bisa berantem besar?!" tanya Tante Mel kemudian. "Akhirnya, Lisa memutuskan untuk berpisah dari suaminya, semua masalah terakumulasi. Soal perhatian yang berlebihan, hingga ke masalah finansial. Sepertinya keluarga mertuanya kaya, tapi masa - masa kejayaan itu sudah lampau dan problemnya mereka masih hidup di masa lalu... masih ingin kelihatan mewah, mempertahankan gaya hidup, maka tinggalah si menantu perempuan yang susah payah demi menyenangkan mertua yang sudah 'menjaga' dengan sangat perhatian. Tapi memang manusia ada batasnya." Tante Mel terlihat sedikit emosional, aku maklum, Lisa memang part of her life jadi wajar kalau seolah-olah Tante Mel sendiri yang mengalami hal itu.
"Pernah suatu ketika Lisa, di tengah salah satu keputusasaannya bertanya pada Tante, memangnya, mana yang benar sih, aku yang dibesarkan dengan sikap keluarga yang cuek - cuek saja meskipun keras dan jadilah aku, atau Freddy yang terlalu berlimpah perhatian dan jadilah Freddy, dan sekarang Ester kami besarkan dengan cara seperti ini, cara mana yang benar?. Terus terang, Tante sedih waktu Lisa bertanya seperti itu, yah... sedikit nelongso kok jadinya begini. Orangtua hanya ingin, anak-anaknya bahagia. That's it!. Kami tidak tahu mana yang benar mengenai cara membesarkan anak, kami hanya berusaha untuk berbuat yang terbaik. Mungkin memang, karakter orang tua kami dulu ikut mempengaruhi cara kami membesarkan anak-anak kami. Its already in our blood to have attitude like this."
Mendengar & berbicara dengan Tante Mel, secara mengejutkan, aku teringat buku harianku sekitar 5 tahun silam, ketika itu aku baru beberapa bulan pacaran dengan Ken, dan kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami.
Aku menulis begini:-Aku dan Ken adalah dua pribadi yang dibesarkan dengan dua kebudayaan yang sangat jauh berbeda, mungkin terlalu kompleks, tapi kalo dibilang sekedar kebiasaan atau sekedar cara hidup... itu terlalu sederhana, ya memang begitulah. Kami memiliki pola pikir yang sangat bertolak belakang bahkan dalam menyikapi problematika kehidupan yang kecil dan remeh. Aku yang besar dengan orangtua tunggal, hanya seorang Ibu yang memutuskan unuk tidak menikah ketika suaminya meninggal, dalam usia yang sangat muda Ibu menjadi Ibu sekaligus Ayah sekaligus pencari nafkah keluarga. Aku anak tunggal yang memiliki kebebasan penuh untuk memutuskan segala sesuatu, karena memang sudah dibiasakan begitu sejak kecil. Ibu ada di rumah hanya pagi dan malam, seharian beliau ada di luar untuk bekerja, dan sejak aku bisa mengingat, seingatku, aku selalu melakukan apapun sendiri. Pembantu, hanya memasak dan mencuci, tugas yang tidak bisa dilakukan anak unur lima tahun. Aku punya jadwal yang dibuat oleh Ibu dan kuturuti dengan kepatuhan yang menakjubkan untuk anak seusiaku, bahkan sampai sekarang aku sering berpikir... aku hebat juga ya : ) Aku tumbuh menjadi sangat mandiri dan egois. Sedangkan Ken, anak pertama dari lima bersaudara, meski sejak SMP kehilangan Ayah dan merubah dirinya menjadi penanggungjawab keluarga, tapi Ken bukan serta merta menjadi orang yang bisa memutuskan segala sesuatunya tanpa kerumitan. Njlimet. Dia terbiasa meminta pendapat, terbiasa memikirkan dulu adik-adik dan Ibunya, terbiasa ngalah. Dia jadi lupa bagaimana menikmati hidup. Kami selalu punya pendapat yang berseberangan tentang keluarga. Termasuk dengan cara pernikahan. Jadi apa yang bisa mempertemukan kami, jika kebudayaan kami berbeda, tidak ada sedikitpun kesamaan yang menjembatani. Dan setelah berusaha mencari titik temu, kami tidak bisa menemukannya? rumus apakah yang dapat mengeliminasi perbedaan - perbedaan kami? Maka, memang lebih baik kami berspisah.
Jadi, setelah bercakap-cakap dengan Tante Mel, aku membaca lagi uraian yang rumit di buku harianku itu. Lucunya, aku ingat betul saat itu aku sangat ingin berisah dengan Ken karena 'kebudayaan' itu tadi, dan ternyata sampai hari ini, lebih dari lima tahun kemudian aku masih bersama Ken.
Jadi, rumus apakah yang dapat mengeliminasi perbedaan - perbedaan kami? jawabnya cinta. Tapi apakah cinta saja cukup untuk menjawab seribu pertanyaan lain yang membayangi pernikahan kami yang akan berlangsung beberapa bulan lagi?
Terus terang, aku sangat takut & khawatir dengan rencana pernikahan ini.

Wednesday, June 29, 2005

Pria dari Masa Lalu

(a fiction)

Dia tidak tahu nomor teleponku.Keterlaluan! Aku tahu, kami sudah tidak ada hubungan sama sekali, tidak ada keterikatan sama sekali. Tapi bukan berarti dia boleh menghalangi jalanku, bukan berarti dia boleh mempersulit hidupku.Berawal dari sebuah kesederhanaan namun berakhir dengan kerumitan yang sangat pelik.
Dulu, ketika aku tertarik padanya, kupikir aku tertarik karena aku mengenalnya, aku mengenal pribadinya. Meskipun saat itu aku tahu bahwa ia pria yang telah beristri, ayah dari seorang bocah laki-laki. Aku hanya tertarik, tidak berminat untuk memiliknya, jadi ketika dia menyatakan bahwa dia pun tertarik padaku, aku cuma bisa bilang, ya kita jalani saja keadaan ini, tidak ada keterikatan dan tidak perlu terikat, aku cuma ingin menjalani hidup seperti air yang mengalir. Dia setuju pada awalnya, tapi kemudian meminta lebih. Baiklah, aku ikuti saja, toh aku juga tertarik padanya, meski tetap saja kuperingatkan, bahwa masing – masing dari kami punya tanggung jawab moral yang wajib dipertimbangkan sebelum kami boleh saling terikat. Kukatakan juga, aku pernah jadi seorang bocah yang tidak punya ayah, dan itu sangat tidak menyenangkan buatku, aku tahu bagaimana rasanya kehilangan, itu cukup untukku untuk berkata padanya, “aku tertarik padamu, dan aku ingin memilikimu kalau kamu memang mau demikian, tapi aku tidak ingin membuat satu bocah lagi kehilangan ayahnya, jadi lupakan tentang kita”. Dia menolak konsep itu. Jadi kami kembali ke titik semula, sepakat untuk menjalani hidup seperti air yang mengalir.
Namun, suatu saat dengan sangat tiba – tiba, dia berkata bahwa dia ingin mengakhiri semuanya. Aku cukup terkejut, ya terkejut. Seolah – olah kami pernah mengawali sesuatu, dan seolah – olah akulah terdakwa dalam kasus ini. Tentu saja aku sakit hati dan merasa terhina, ya aku tidak terima. Mana boleh dia memutarbalikan kenyataan.
Ya, hanya begitu saja sebenarnya, aku cuma menyimpan kekesalan di dalam hati, sampai hari ini, ada seorang teman di kantor, yang berhubungan dengan pekerjaanku dan kuperlukan informasi darinya. Ketika teman itu hendak menelpon balik, kebetulan nomor teleponku hilang dan dia bertanya pada pria itu, dan pria itu bilang, bahwa dia tidak tahu nomor teleponku! Menyebalkan! Alasan itu menjadi batu sandunganku dalam mendapatkan sebuah proyek besar di kantor. Menyebalkan! Tidak ada cerita bahwa dia tidak tahu nomor teleponku, sebab bagaimanapun juga kami masih harus bekerjasama di pekerjaan. Fine, kalau nomor handphone-ku yang tidak dia ketahui, aku bisa menerimanya, tapi nomer extension di kantor... tidak ada alasan untuk lupa, toh dia juga bisa list di operator... MENYEBALKAN!!! He can ruins my personal life but not my profesional life...
Baiklah, jika ini yang memang diinginkannya, aku juga siap melayani tantangan ini, let's fight. Tunggu aku

Friday, June 24, 2005

Investasi

Hari ini, aku belanja baju lagi...
hiks... berkurang lagi tabunganku. Alasan hari ini belanja adalah, besok aku akan meeting dengan 2 klien yang cukup besar, sedangkan aku tidak mempunyai baju yang cukup reprensentatif.
Sebenarnya ada... hanya saja kupikir, itu kurang keren.

Di jalan, sepulang dari belanja, aku sedikit menyesal, kenapa harus menghamburkan uang lagi...sedangkan sebenernya masih bisa diakalin. Cuma, diantara penyesalanku, ada juga rasa pembelaan diri, ah... ini kan untuk investasi juga....
hehehe jadi ingat bahwa selam ini 'investasi'ku hanya berupa jeans dan kaos saja...

Dan ketika menuliskan ini, aku malah berpikir lagi tentang penyesalan, apakah penyesalan itu? apakah ia titik balik dari sebuah harapan yang terkabul secara terbalik?

Wednesday, June 22, 2005

Lunch

Just finished my lunch.
Seperti biasa, obrolan di meja makan seputar tempat makan baru, berat badan, resep masakan dan cara diet yang paling baru dan paling ampuh. Obrolan wanita.
Dan, saat itu aku seperti agak2 'tertusuk' sudah beberapa bulan ini aku sangat menikmati berat badanku - maksudnya, membiarkannya seperti ini saja, tidak berusaha diet. Apalagi yang mesti diturunkan, toh masih dalam ambang normal, aku sekarang hanya ingin jadi seksi...
Pengin punya pantat seksi, dada seksi, pinggang seksi, dan muka seksi (hehehehehe). Toh, seksi itu bukan kurus kan... justru yang montok kan yang agak seksi...

Tapi yang paling penting, aku pengin punya pikiran yang seksi, really seksi thought. Jadi, sekarang malah jadi bingung, pikiran yg seksi itu seperti apa ya... pintarkah? kreatifkah?

Let's start blogging!!!

Tadi di kantor, a friend ask me, about blogging. What is it?!
Dengan sok tahu gw jawab, ya... tempat untuk cushat online aja... hehehehe
Padahal, gw sendiri mencoba untuk menjadi seorang blogger yg baik dan benar (padahal masih gaptek), baru sejak beberapa hari yang lalu.

Nah... nah... ini nih yang disebut manusia sok tau... benar2 sok tau...

Memang ya, kita tuh suka nggomong tanpa bercermin dulu, sebab gw sering banget berpikir dan bersuara tentang seseorang yg di kantor, bahwa dia itu sok tau banget... sedangkan... hari ini terbukti sendiri bahwa gw sok tau... hehehehe

Alasan terdalam nih, kenapa gw m,encoba ng-blogging adalah: biar gak ketinggalan jaman... sebab kok kayanya gw udah tua banget ya klo gak tau yg ginian...

Thursday, June 16, 2005

From Aussie with love

Dulu, dulu banget, gue pernah terobsesi pada seorang pria yang pergi
merantau, mengejar ilmu (ilmu kenceng juga larinya) ke Sidney. Dan, gue
selalu membayangkan dia mengirim surat, dulu belum musim e-mail2an sih,
trus di amplop suratnya ditulis: From Aussie with love...
Hehehehe, dan impian jaman abg ini, rupanya terbawa hingga saat ini,
sampai2 gue buka beberapa email address yang ada bau2 Aussie-nya... kya....
aduh, dimana ya cowo itu sekarang, masihkah dia hidup?!?! hiks... dan lebih
serunya, kalo dia mengenali gue, trus bilang: aku dulu juga pernah berharap
menulis surat padamu, dengan tulisan: From Aussie with love di amplopnya...

Kya... kya... kya... gubrak!!!

Just after launching

Barusan take a tour, dan menyadari bahwa gue tuh gaptek juga... hehehehe
dah gitu, ternyata gak kreatif juga...
kok bisa?! iya... masa sih, gue gak bisa menulis yg panjang lebar, tapi tetap menarik untuk dibaca, kok malah garing ya....

anyway, sesuai dgn folder yg gue pilih, methaphor... jadi bermetamorforsalah aku... hehehe tulisannya methaphornya bener gak sih... nah ya... satu lagi deh... (?)

saat ini, gue baru aja pulang kerja, trus mampir ke warnet, trus searching temen2 lama, banyak yg ketemu, tapi banyak juga yang nggak... hiks. Trus, keinget deh kepikiran mau bikin2 online diary gitu... hehehehe latah gara2 baca kompas yg kapan itu...

sekarang sih, cuma mau nulis2 yg gak puguh aja, ntar klo mood-nya lagi bangkit... (apa coba) baru deh... start lagee...


Launching

Welcome...welcome....

Bienvenue.....

Ya... ya... meski sepi pengunjung, tapi... yang penting saya launch gitu lo.....