Wednesday, April 04, 2007

Mudik yo mudik

Another summer day has come and gone away
I'm in Paris and Rome, but I wanna go home

May be surrounded by a million people
I still feel alone, just wanna go home
Oh, I miss you, you know

And I've been keping all the letters that I wrote to you
Each one a line or two, "I'm fine baby how are you?"
Well, I would send them but I know that it's just not enough
May words are cold and flat and you deserve more than that

Another airplane, another side place I'm lucky I know
but I wanna go home, I gotta go home

Let me go home
I'm just too far from where you are
I wanna come home

And I feel just like I'm living someone else's life
It's like just stepped outside when everything was going right
And I know just why you coul not come along with me
This was not your dream, but you always believed in me

Another winter day has come and gone away
In neither Paris or Rome and I wanna go home
Let me go home

And I'm surrounded by a million people
I still alone, just wanna go home
Oh, I miss you, you know

Let me go home
I've had my run
Baby I'm done
I gotta go home

Let me go home
It'll all be alright
I'll be home tonight
I'm coming back home

(Home, Michael Buble's version - It's time)
-----

Can't wait till tomorrow, last working day!
Lalu Jum'at sampai Sabtu minggu depannya aku cuti dan pulang kampung! Entah kenapa, aku pengen banget pulang kali ini, biasanya aku males banget klo disuruh pulang ama nyokap, soalnya selain jauh dan lama di jalan... aku bosen klo pulang pasti ditanyain hal yang sama... trus disuruh kesana-kesini, senyum sana-senyum sini, sambil bilang, "apa kabar tante? Iya, masih di Bandung, kemarin di Paris mah cuman tugas kantor aja, iya, memang sering" atau "belum punya pacar" kadang-kadang aku harus bilang "wah, cariin atuh tante, iya asal yang baik aja"
Huh, tidak bisakah aku dibiarkan tidur seharian, makan sesuka hati dan menikmati liburan? Nggak usah basa-basi busuk sana-sini.
Yah... jadi males pulang deh... tapi kangen sama nasi pecel dan tahu lontong....

Monday, April 02, 2007

Loli Poli Joli Holiday

Liburan tanggal 21 Maret kemaren, aku diajakin beberapa JSers Jakarta dan Bandung untuk ngumpul. sebagai new comer, tentu... aku semangat. Ada Laurentia, Siska dan Nat dari Jakarta, lalu Sienny, Tita (dan si kecil Lindri) kemudian aku.
Awal petualangan dimulai dengan sarapan di Warung Kopi Purnama di Jl. Alkateri. Serius, namanya Warung Kopi! Bahkan menurut Sienny yang merupakan 'provokator'nya Purnama, pertama kali mencoba ke Purnama, dia agak hesitate, karena tempatnya yang di Alkateri dan pengunjung yang encek-encek. Namun, Sienny memang pejuang yang pantang mundur, saat ini dengan roti dadar ham-nya, Purnama merupakan salah satu tujuan 'wisata' JSers :-D

Kami memilih:
  1. Roti dadar Ham: rotinya yang tradisional, tebel dan empuk memang yummy. Lebih yummy lagi kalau rotinya agak gosong, sesuai seleraku.
  2. Roti dadar sosis: aku kurang bisa ngebedain rasa sosis dan rasa ham-nya, hampir mirip menurutku :-)
  3. Nasi goreng Purnama: rasanya seperti nasi goreng kampung dengan bumbu rasa bawang yang lekoh, tapi enak kok, hanya kadar pedesnya mesti ditambah kalau menurutku.
  4. Bacang ketan: rasanya cukup chewy, daging b2-nya enak... :-)
  5. Untuk minum kami pesan Hot lemon tea, rasanya enak, asem manis. Hanya Siska yang pesan kopi, sesuai dengan tips dari Tita, menghindari rasa yang kemanisan, gula dipesan terpisah.
Yang menarik, di depan Warkop Purnama, ada banyak tukang jajanan, kemarin kami kehabisan bubur ayam yang jualan di depan (sebenernya di Purnama ada, tapi kurang greng rasanya), meskipun demikian, kami mendapatkan gantinya dengan beli jajanan pasar, ada:-
  1. Putu ayu: enak, sayangnya pisangnya kurang banyak, kecil, nyempil doang.
  2. Lupis ketan: manisnya pas. Recomended.
  3. Lontong oncom: ini juaranya! Oncomnya pedes, gurih, aku saking sukanya sampe nyocolin bacang ke oncomnya.
Total kerusakan di Warkop Purnama = Rp. 92,500 dan jajanan pasar = Rp. 11,500.

Setelah itu kita ke tukang cakue di Jl. Babatan, untuk berburu Kompiah, sayangnya sampai sana udah keabisan. Ya sudah.
Kemudian, menuruti informasi dari Sienny, kita mencari tukang risoles di Jl. Riau. Katanya, jualannya di depan distro, tapi dasar kita gak terlalu perhatian, sampe ujung Jl. Riau (dan bikin kita mampir di Bawean) tukang risolesnya gak ketemu. Makin gak ketemu, kita jadi terobsesi, tadinya Sienny yang kepengen, jadinya kita semua ikutan terobsesi, dan untuk menemukannya, kita jadi tebal muka, nanya ke semua orang, mulai tukang parkir, tukang jajanan, sampai spg. Ketika kami sudah mulai putus asa, ndadilalah... malah ketemu. Namanya De'Risol, jualannya di parkiran 18th park, depan RS Bersalin Limjati. Nggak rugi juga kita kesitu, risolesnya creamy dan gurih. Ada beberapa pilihan isi, yaitu: ayam, daging, sayuran, keju dan udang (khusus pesanan). Kami pesan yang ayam dan daging. Juaranya: yang ayam (Rp. 5,000/porsi - isi 2 Pcs) karena gurih dan creamy-nya pas. Sedangkan yang daging (Rp. 7,000/porsi - isi 2 Pcs) agak kemanisan.

Puas dengan risoles, kami meluncur ke Superindo di Dago, menjemput Tita. Sambil menyelam, kami beli siomay yang jualan di dekat pintu masuk. Recomended karena rasa ikan yang lekoh dan bumbu kacang yang cukup pedes.

Selesai dengan misi 'menculik' Tita, kami pergi untuk lunch di warung bu Imas di Jl. Dewi Sartika (sebernernya ada tiga tempat, tapi katanya disini yang paling lega). Standard warung makanan Sunda, kami pesan ayam bakar, ayam goreng, babat goreng, gepuk, tahu, pepes jamur. Dan seperti layaknya warung Sunda, complimentarynya adalah lalab, sambel leunca, sambel terasi dan juaranya sambel, sambel kemangi! Hati-hati dengan sambal ini, pedes buanget! Rasa iblis yang sangat dahsyat! Mendeskripsikan rasanya agak sulit, karena rasa cabe rawit yang puedes banget, ada rasa bawang dan sedikit nyegrak, mungkin dikasih gula putih sedikit, itu yang biasa kulakukan untuk bikin sambel yang 'shocking'. Untuk menambah sedikit penjelasan mengenai kepedesan sambel kemangi, berikut adalah reaksi dari teman 'seperjuanganku':
  • Sienny: "Aduh, gw cuma nyolek sekali dan pedes banget, gw kasih kecap aja tapi emang gak diaduk sih" sambil bersimbah peluh.
  • Laurentia: "Langsung kerasa ke kepala pedesnya, kok jadi pusing yah" keringet ngucur
  • Nat: "emh... emh... " (Nat, makan tespongnya ama sambel, aku) "ya... ntar.. duh... ya... ssssh pedes" (pedes ya? aku) "huh... hah.... sssshhh... pedes banget!"
  • Tita: "Pedes ya?" curang, ngga nyolek sedikit pun...
  • Siska: "Ati-ati... sambelnya emang edan, pedes banget, kayanya sambel bu Rudi juga kalah deh" huh, dasar... JSer, suka 'ngadu-ngadu' :-D
  • Aku: "Iya pedes banget! Juara!" sambil nyolek sambel terus "eh, sambel terasinya kok jadi manis ya?" langsung kesambit piring!
Tips: Jangan sekali-kali bawa pacar untuk mencicipi sambel ini, keringat yang ngucur gak karuan dan efek panik dari rasa pedes yang 'shocking' dijamin akan bikin image manis dan anggun yang dibangun dengan susah payah akan hancur dalam sekejab. Benar-benar not recomended untuk yang pacaran, apalagi yang baru jadian.
Serunya, ternyata gak semua meja dikasih komplimen sambel setan ini. Hanya meja kami bo! Entah kenapa, mungkin karena tampang kami yang seperti bisa menyantap apa aja ato karena tadi Sienny dan Laurentia yang sempet motret2 makanannya untuk diposting di MP.
Yang jelas, dengan kedahsyatan sambel kemangi ini, aku bakal balik lagi. Ini cocok juga untuk melampiaskan emosi. Daripada marah-marah gak keruan, mending makan pedes dan kalap ngabisin nasi... huehehehe. Dan pas makanan hampir habis, aku menemukan trik untuk mengurangi rasa pedes sambel ini yaitu dimakan bareng babat goreng! Serius, aku jadi bisa nambah sambel karena dimakan bareng babat goreng, rasanya lebih jinak.
Total kerusakan untuk momen panik itu cuma Rp. 77,000 untuk kita berenam. Wow, pelampiasan emosi yang murah meriah bahagia dan hati-hati sakit perut.

Setelah berpeluh ria, atas ide dari Sienny (memang, komandan ini banyak idenya, salut jendral!) kita mendinginkan perut ke Jl. Macan, ada tukang es langganan dia. Wah, seru, es cincaunya pake sirop rasa tradisional, meski enak, rasanya sedikit kemanisan, makanya kita tambahin sama es batu lagi. Es buahnya juga seger, manis asem gitu, dengan potongan buah melon, nanas, pepaya dan bengkuang. Ada kolak pisang juga, penampakan kolaknya agak kurang menggairahkan karena gula aren yang dipake. Tapi rasanya cukup sedap kok.
Sesudah cukup dingin, kami kemudian ke Ciwalk, hanya untuk jalan-jalan ajah, eh sempet beli kaos juga di Mahanagari, kaos yang Bandung Pisan! Dari situ kami ke Warung Laos, sore-sore asyiknya makan pizza manis - banana blackberry dan minum yang seger-seger biar adem, hayuk we... ngadem terus...
Untuk menutup petualangan, sebelum balik ke Jakarta, L, S dan N (waduh... kaya singkatan pejabat ajah...) mampir ke martabak Nikmat di Andir, ngebungkus buat dibawa pulang. Dan sebagai penghuni Bandung selama sepuluh tahun terakhir ini, aku cukup kaget ada martabak keju yang enak di Andir situ, padahal depannya kan pasar yang nggak banget. Thanks to Nat, buat paket icip-icipnya. Memang, yang rasa jagung manis juaranya, rasa manisnya agak tenggelam dengan rasa gurih keju, umh, aku pencinta keju kan... trus juara duanya yang rasa kismis, asem manis gurih. Rasa kacang merah enak juga, tapi compare sama dua rasa itu... kalah deh... Sayangnya, ada yang mengganjal dari rasa martabak itu, ada rasa obat yang mebayangi. Wah... mungkin karena jagung, kismis dan kacang merahnya dari produk kalengan ya? Mungkin.

JSers peternak naga udah bubar, tapi itu bukan berarti petualanganku sendiri sudah selesai. Hiya... hujan lagi... untung jam delapanan udah terang lagi, langsung bacut ke Dago, roti bakar di dekat Holiday Inn... umh...abisnya, rada malem jalan lagi ke C'Mar...
Whua... what a day!

For Matrimonial Purpose - Kavita Daswani

Judul versi bahasa Indonesia dari buku ini adalah: Cinta kan Datang. Novel ini salah satu dari serial Chicklit yang aku suka. Bercerita tentang seorang cewek India yang berjuang menukan cinta untuknya, memang agak 'nggak banget' tapi percakapan yang lucu dan jalan cerita yang menyentuh membuat aku sempat termehe-mehe ketika membacanya. Ini tentang Anju yang hidup di masyarakat yang menganggap seorang gadis tugasnya hanyalah untuk dinikahi, tidak peduli dia akan bahagia dengan hal itu atau tidak.

Berikut salah satu bagian percakapan yang aku suka dari buku ini:
Ayahku menyela. "Apa? Apakah menurutmu dia terlalu pendek?"
"Tidak!" jawabku tegas. "Kau tahu, harus ada getaran yang terjadi di antara dua orang. Semacam hubungan. Kita merasakannya, ada atau tidak ada"
"Aarey, aku tak mengerti apa yang kau katakan," sahut ibuku.
"Mummy, aku hanya ingin bahagia"
"Beti," jawabnya. "Aku tidak ingin kau bahagia. Aku ingin kau menikah"

Anju menyebut dirinya adalah anomali bagi masyarakat dan juga dunia astrologi, karena saking susahnya dia menemukan jodoh, maka dengan kepasrahan seorang anak gadis India, ia mengikuti ibunya berkeliling negeri untuk bertemu orang-orang suci dan guru untuk meminta berkah, supaya jodohnya segera ditemukan. Tapi usaha-usaha itu tidak membuahkan hasil hingga Anju 'melarikan diri' ke New York. Ia menjadi skandal di lingkungannya karena pergi ke 'Umrica' dan tinggal sendiri disana. Hal ini sangat menyiksa Anju, ia hanya ingin bahagia dan menemukan tempatnya di dunia ini.

Singkatnya, cerita tentang Anju berakhir bahagia, ia akhirnya bertemu pangeran impiannya, memang klise, tapi inilah justru yang aku sukai dari cerita fiksi, angan-angan tentang akhir bahagia. Dalam dunia nyata, kebahagian itu seperti di awan-awan, maka di dunia imajinasi, bahagia akan menjadi sesuatu yang mudah untuk didapatkan. Pada usianya yang ke 36, Anju, si gadis pemberontak yang romantis akhirnya menikah dengan Rohan, pangerannya yang tampan, baik hati dan yang terpenting mereka saling mencintai.

Cerita klise ini mengingatkanku pada banyak hal dalam hidupku.
Mencari cinta! Tentu saja itu hal pertama yang membuatku terbahak. Saat menertawakan Anju yang jatuh bangun dalam usahanya mencari cinta, aku seperti menertawakan diriku sendiri. Tentu saja, aku juga bermimpi, suatu hari aku akan menemukan tempatku di dunia ini dan bertemu dengan belahan jiwaku. Entah, kapan pastinya itu, yang jelas suatu saat nanti.
Hal lain yang membuatku termangu adalah setting India-nya. Selama ini, aku bekerja perusahaan India dengan puluhan ekspatriat India yang nyebelin, sok ngebos, sok penting dan nggak banget; nggak banget ini berarti nggak keren, nggak gaya, bau dan norak. Duh... maaf... aku sepertinya berlebihan. Tapi banyak sekali hal yang membuat aku menjadi apriori dengan para ekspat ini. Namun, buku ini mengingatkanku, bahwa orang-orang ini, terlepas dari karakter individunya yang nyebelin, adalah individu yang menjadi bagian dari suatu budaya. Halah! Mereka manusia yang juga (mungkin) menghadapi tekanan dari masyarakatnya sama seperti aku juga. Sama-sama orang Asia, yang hubungannya dengan keluarga menghabiskan 30 jam dalam sehari. Okay, aku memang tidak berniat untuk bersimpati atau berempati (aku belum sebaik itu) pada ekspat-ekspat itu, hanya saja aku mulai menurunkan kadar apriori dan kesebalanku. Thanks ti Kavita Daswani, yang mengingatkanku, tanpa dia sadari, untuk berkomitmen kembali dengan keinginanku menjadi manusia yang 'open minded'. Aku selama ini, selalu mengatakan bahwa aku manusia universal dan subyektif dalam melihat segala sesuatunya, tapi dalam beberapa waktu terakhir ini, aku tenggelam dalam kesebalanku sama orang-orang busuk itu. Hah! Yah untungnya, belum terlambat untuk memperbaiki sikapku dan memenangkan kembali karakterku. Biarkan saja, ekspat-ekspat itu menganggap kami-kami ini yang orang Indonesia, adalah level budak, kasta buruh tapi yang jelas kualitasku sebagai manusia akan jauh lebih baik daripada mereka. Halah!
Jadi?
Teteup... chayo dalam perjuangan mencari cinta! Waduh...